Menangislah Seperti Umar Bin Khattab RA
Thursday, May 2, 2019
Menangis
bukanlah hal tabu. Menangis bukan pula tanda cengeng dan tak berguna. Menangis
bukan sebuah kelemahan, mungkin justru ia sebuah kekuatan. Mengalirnya air mata
memang memiliki banyak tafsir. Menangis
bagi orang beriman seharusnya bertautan dengan keimanan.
Bagi
orang beriman, menangis mungkin pekerjaan yang paling mereka akrabi. Orang
beriman selalu dalam kesadaran penuh jika dirinya tak pernah luput dari dosa.
Mereka mencucinya dengan tobat dan penyesalan.
Air
mata jenis ini tentu air mata yang sama sekali tak menunjukkan
kelemahan.Rasulullah SAW bersabda, "Ada dua buah mata yang tidak akan
tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan
mata yang berjaga-jaga di jalan Allah." (HR Tirmidzi).
Jika
mengaku beriman, tak ada yang lebih ia takuti dibandingkan murka Allah SWT.
Dosa, yang kerap kita lakukan, meninggalkan jejak dalam hati. Perbuatan maksiat
yang kita kerjakan tak ingin orang lain mengetahuinya. Kita malu dengan aib
kita. Selepas melakukan kesalahan, ada rasa yang mengganjal. Tidak bisa tidak
untuk membuatnya lega adalah dengan penyesalan.
Kombinasi
takut akan murka Allah, malu dengan dosa-dosa yang bersusun dan penyesalan
mendalam kadang menghadirkan tangisan-tangisan dalam sunyi. Kita butuh menangis
untuk melepaskan beban seiring tobat yang kita lantunkan. Kita perlu tangisan,
sebagai teman setia istighfar yang kita rapalkan. Jika sungguh-sungguh, bukan
tak mungkin takut akan ancaman Allah akan berubah menjadi kasih sayang Allah
SWT.
Seseorang
yang gemar menangisi dosa akan peka hatinya. Radar imannya akan menguat. Jika
mendekati perbuatan maksiat, alarmnya akan berdering kencang. Seringnya air
mata penyesalan membuat hati makin bersih. Bersihnya hati memungkinkan cahaya
hidayah merasuk dan kembali memancar. Namun apa jadinya jika hati legam penuh
noktah alpa. Cahaya tak bisa menembus, hidayah tak mudah menelusup.
Menangis
juga menjadi tanda benarnya tobatnya seseorang. Ada orang yang mungkin
berpura-pura menyesal padahal ia sudah merencanakan perbuatan culas selajutnya.
Namun ada yang tulus ingin kembali dan air matanya menjadi saksi kejujurannya.
Yahya
bin Mu'adz pernah berkata, tanda orang yang bertobat adalah meneteskan air
mata, senang berkhalwat dengan Allah dan mau melakukan muhasabah atas semua
keinginannya.
Menangis
karena Allah juga menjadi sebab seseorang selamat di hari pembalasan. Saat
kiamat tiba, tak ada urusan nasab, tak ada perkara saudara. Masing-masing
memikirkan urusannya pada hari itu. Dunia dihancurkan, mahkamah Allah siap
mengadili tindakan sebesar zarah.
Namun
di hari yang amat berat itu, Allah memberikan naungan hanya kepada tujuh
golongan saja. Salah satunya hamba Allah yang senantiasa menangis karena Allah.
Wahai
para lelaki, menangislah. Menangislah seperti Umar bin Khattab RA. Ia seorang pejuang
yang gagah. Segala sifat maskulin terkumpul padanya. Namun di balik kokohnya
sosok Umar, ia adalah pribadi yang lembut.
Umar
kerap menangis jika ada hal yang menurutnya salah. Ia menggendong sendiri
makanan untuk seorang ibu sembari menangis. Takut jika urusan kaum Muslimin
yang dibebankan padanya tak dilaksanakan dengan amanah. Perkatannya amat
mahsyur, "hisablah dirimu sebelum dihisab oleh Allah SWT."
Wahai
para perempuan menangislah. Menangislah seperti Rabiatul Adawiyah. Ia
benar-benar hanya mengharapkan cinta dari Allah SWT bukan dari yang lain.
Kecintaannya kepada Allah SWT amatlah tulus, tanpa pretensi. Menangislah dengan
alasan yang tepat bukan karena keinginan di dunia tak dapat dierat.
Wahai
manusia, menangislah. Orang-orang saleh menjadikan tangisan sebagai sebuah
kebutuhan. Ibnu Umar lebih memilih menangis karena takut pada Allah
dibandingkan berinfak seribu dinar.
Ka'ab
al-Ahbar berkata, mengalirnya air mata hingga membasahi pipi karena takut
kepada Allah lebih ia sukai dibanding berinfak emas sebesar tubuhnya.
Menangislah
seperti sahabat setelah mendengar sabda Rasulullah SAW, "Surga dan neraka
ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti
hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar
akan sedikit tertawa dan banyak menangis". (HR Muslim).
Baca juga: Ketika Seorang Ulama Menerima Nasihat Perempuan
Sumber: Republika
Artikel lainnya: Jurnal Islampedia