Puasa dan Cinta
Friday, May 3, 2019
"Hubb
berakar dari kata Hababul Maa`yang berarti 'air bah besar.' Cinta dinamakan
mahabbah karena ia menaruh kepedulian yang paling besar dari cita hati."
Demikian dikutip dari Al-Qusyairi, Risalah Qusyairiyah.
Di
sisi lain, puasa dapat dipandang sebagai suatu tradisi. Dalam definisi Abed
al-Jabiri, hal itu berarti "sesuatu yang hadir dan menyertai kekinian
kita, yang berasal dari masa lalu, apakah masa lalu kita atau orang lain,
ataukah masa lalu tersebut adalah masa lalu yang jauh maupun dekat."
Puasa
adalah salah satu bentuk tradisi kuno yang punya daya resistensi sangat kuat.
Betapa tidak? Ritual ini diperkirakan telah eksis sejak unsur kemanusiaan
muncul kali pertama di muka bumi. Setiap bangsa di dunia punya tradisi semacam
ini dalam formatnya masing-masing.
Pernahkan
Anda membayangkan daftar tradisi yang sedemikian kuat mengakar dalam diri
manusia dan kemanusiaan? Puasa pasti termasuk di dalam daftar itu. Puasa punya
daya fungsi nyata yang tidak goyah ditelan badai zaman.
Salah
satu hikmah penting puasa adalah memupuk benih rasa kasih sayang dan cinta;
rasa yang menjadi asas kuat bagi berlangsungnya kehidupan. "Di mana ada
cinta, di situ ada kehidupan," kata Mahatma Gandhi.
Berlapar
dan berdahaga sepanjang hari mengasah sudut kepekaan rasa untuk dapat menyelami
keadaan kaum dhuafa yang setiap detik hidupnya dimuati kesengsaraan.
Puasa
mengajak manusia untuk mendengarkan bisikan nurani terdalamnya, mengetuk pintu
kearifannya, dan menstimulasi potensi ilahiyahnya demi menerima dengan baik
sinyal-sinyal kepekaan terhadap kondisi sesama dan selanjutnya direproduksi ke
dalam perilaku sehari-hari yang senantiasa diwarnai oleh cinta kasih dan
perdamaian.
Dalam
hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad saw berpesan, "Tidak
dianggap beriman salah seorang di antara kamu jika tidak mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri."
Betapa
dalam makna cinta dan kasih sayang sehingga Nabi menjadikan cinta kepada sesama
yang mengambil jalur horizontal sebagai barometer iman yang jalurnya vertikal.
"Kehidupan tanpa cinta, bagaikan pohon tanpa bunga," kata Kahlil
Gibran.
Dengan
berkah Ramadhan, harapannya adalah Allah menyemai benih cinta di antara kita.
Ya, sebentar lagi kita akan menyambut datangnya bulan suci itu.
Sebab
cinta, kata Ma`ruf al-Karkhi, tidak dapat dipelajari manusia; ia merupakan
anugerah Tuhan dan datang atas kasih-Nya.
Baca juga: Pesan Moral Ibadah Puasa Ramadhan
Sumber: Republika
Artikel lainnya: Jurnal Islampedia